Alah bisa karena biasa, mungkin kita pernah mendengar peribahasa tersebut. Segala sesuatu akan mudah kita lakukan jika kita terbiasa melakukannya. Bekerja, beraktifitas, melakukan kegiatan adalah ritme hidup. Yang harus kita pahami adalah bagaimana "membiasakan" sesuatu agar menjadi rutinitas yang "nirpaksa", membiasakan diri berbuat baik, menolong sesama, menghargai orang lain, tepo sliro, respect, saling menghormati dan hal-hal positif lainnya, membiasakan hal-hal baik dan positif menjadi kebiasaan yang tidak perlu diinstruksikan. Tidak oleh panggilan jiwa karena berbenturan dengan nuansa "rikuh pekewuh", atau biar terlihat (baca: dianggap baik) oleh orang lain. Biar dianggap (seperti) lebih bijak. Tapi lebih dari itu, alah bisa karena biasa lebih kepada kebiasaan spontan, kebiasaan yang langsung direspon oleh otak reptil kita, bagian dari otak kita yang bertugas merespon sesuatu secara spontan. Otak reptil ini terletak di lapisan paling dalam dari sel otak kita. Ia bekerja secara instinctive, otomatis. Pada situasi aman ia bekerja dengan cara normal, seperti biasanya kita. Dalam situasi berbahaya atau mengancam ia bekerja secara cepat dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk melawan bahaya atau melarikan diri menghindari bahaya. (www.e-dukasi.net). Hal-hal positif hendaknya dilakukan secara spontan, emphaty hendaknya muncul tanpa aba-aba dalam mindset kita. Menjadi orang baik hendaknya tidak perlu dipaksakan, hendaknya mulai dibiasakan. Berpikir positif seharusnya menjadi kebutuhan bukan sesuatu yang optional, bisa diambil bisa tidak. Tapi jadikan hal itu mengalir dalam seiring hentakan jantung kita, pada setiap tarikan nafas. Jadikan kebaikan menjadi jiwa dalam setiap langkah.
Tuesday, 13 January 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment